Sabtu, 08 Desember 2012

MAKALAH TAFSIR AYAT IQHTISHADI QS. AN-NISAA 160 – 161



PENDAHULUAN
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan) dalam pengertian loan, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Jadi dapat disimpulkan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjaman meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
                                                                                                               Read More..........
Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional, si pemberi pinjam mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu pengembang yang diterima di peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil disini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus mutlak dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.
Demikian juga dana itu tidak akan berkembang dengan sendirinya hanya dengan faktor waktu semata tanpa ada faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut mengusahakan bisa saja untuk bisa juga rugi.[1]





PEMBAHASAN

A.    Larangan Riba dalam Al-Qur’an
Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan secara bertahap. Ayat ini adalah tahapan kedua setelah tahap pertama QS. Ar-Rum : 39 yang menjelaskan perbedaan kemuliaan berzakat dibadingkan riba.
QS. An-Nisa (tahap kedua) digambar sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.[2]

B.     Penjelasan
An-Nisa : 160




Kata Kunci :
Kami mengharamkan                     $oYøB§ym
Yang baik-baik                            M»t7ÍhŠsÛ
Telah dihalalkan                             M¯=Ïmé&

Artinya : “Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan atas mereka yang baik-baik yang telah dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi dari jalan Allah”
Ayat ini menjelaskan tentang sekelumit rincian sanksi bagi orang-orang Yahudi, dengan menyebut utamanya yaitu bahwa mereka berlaku zalim, tidak menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang wajar. Maka disebabkan kezaliman yang amat besar lagi mantap, sebagaimana dipahami dari kata (       ) zhulmin yang menggunakan tanwin (bunyi nin) yang dierbuat oleh orang-orang yang menganut ajaran Yahudi pada masa lalu, kami yakin Allah SWT melalui para Rasul-Nya mengharamkan atas mereka memakan makanan yang baik-baik yang sebelum kedurhakaan mereka itu telah dihalalkan bagi mereka dank arena penghalangan mereka dari jalan Allah banyak orang, atau karena mereka banyak melakukan upaya penghalangan dari jalan Allah.[3]
Maka dengan kezaliman orang-orang Yahudi, akibatnya diharamkan atas mereka beberapa jenis makanan yang baik, yang sebelumnya dihalalkan sebagai hukuman dan pengajaran atas perbuatan mereka. Diharamkan dengan demikian mereka mau menghentikan kezalimannya.
Jadi tiap kali mereka melakukan suatu maksiat, maka diharamkan jenis makanan yang baik tas mereka. Namun demikian, mereka malah mengada-ada atas nama Allah. Mereka katakana, “Kami bukan orang pertama yang dilarang memakan makanan yang baik itu, karena makanan itu juga sudah diharamkan atas Nabi Nuh dan Ibrahim”.
-          An-Nisa : 161


Kata Kunci :
Mereka memakan                   
Riba                                       
Harta                                      
Yang Batil                              

Artinya : “Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Kalau ayat yang lalu telah menyebutkan salah satu bentuk kezaliman besar mereka yaitu menghalangi manusia menuju ke jalan Allah, maka ayat ini menyebutkan sebagian yang lain dari rincian kezaliman itu. Yakni bahwa pengharaman sebagian dari apa yang tadinya dihalalkan adalah juga disebabkan mereka memakan riba, yang merupakan suatu yang sangat tidak manusiawi padahal sesungguhnya mereka telah dilarang oleh Allah dari mengambil-Nya. Dengan demikian mereka menggabungkan dua keburukan sekaligus, tidak manusiawi dan melanggar perintah Allah. Dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil, seperti melakukan penipuan atau sogok menyogok, dan lain-lain. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka siksa yang pedih. Yakni Ahl-Al Kitab di akhirat kelak.[4]
Di atas terbaca bahwa Allah mengaharmkan kepada Ahnl Al Kitab memakan rioba. Pengharaman tersebut hingga kini masih ditemukan dalam Kitab Taurat yang ditengah orang-orang Yahudi dan Nasrani dewasa ini dalam Kitab Perjanjian Lama keluaran 22 : 25 ditemukan tuntutan berikut : “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari ummat-Ku orang yang miskin diantara kamu. Maka jangnlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia-dia janganlah kamu bebankan bunga yang kepadanya”
Begitu pula dalam Kitab Ulangan 23 : 19 – 20 : “Maka tak boleh kamu mengambil bunga dari pada Saudaramu, baik bunga uang, baik bunga makanan, baik bunga barang, sesuatu yang dapat makan bunga. Maka dari pada orang lain bangsa, boleh kamu mengambil bungam, tetapi dari pada Saudaramu, tak boleh kamu mengambil riba”[5]
Di atas adalah kata-kata Taurat yang ditulis sesudah peristiwa penawaran besar-besaran umat Yahudi, yang dengan banyak kesaksian nyata telah dirubah. Adapun teks yang ditulis sendiri oleh Muda sudah hilang. Hal ini umat Yahudi maupun Nasrani, sama-sama mengakuinya sebagai Nabi mereka ada yang melarang riba sama sekali, tanpa terkecuali, baik terhadap sesame bangsa Israil ataupun bukan.

Kesimpulan
Umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya, larangan supaya umat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah. Salah satunya yaitu dalam QS. An-Nisa ayat 160 – 161 ini, dalam ayat ini digambarkan  bahwa riba sebagai sesuatu yang buruk. Allah mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba, dan pengharaman makanan yang disebutkan Allah juga dikarenakan mereka memakan harta orang lain secara batil, yakni dengan menyuap kepada penguasa dan dengan cara khianat, atau cara-cara lain untuk mengambil harta tanpa imbalan yang berarti.



DAFTAR PUSTAKA

Antonio Muhmmad Syafi’i, 2001, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani.
Musthafa Ahmad, 1987, Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra.
Shihab M. Quraish, 2000, Tafsir Al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati


[1] M. Syafe’i Antonio, Bank Syari’ah, (Jakarta : Gema Insani, 2001), hal. 38
[2] Ibid. Hal 48
[3] M. QUraish Shihab, Tafsir Al-Misbah. (Jakarta : Lentera Hati, 2000) Hal. 626.
[4] Ibid, Hal. 627 -628
[5] Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi (Semarang : CV. Toha Putra. 1987) Hal. 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My link

Thanks