Selasa, 24 Mei 2011

MAKALAH Akhlak Tasawuf (Akhlak Anak Terhadap Orang Tua, Dan Murid Terhadap Guru)

AKHLAK ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN MURID TERHADAP GURU

Akhlak berasal dari bahasa arab yaitu alkhulq, al-khuluq yang mempunyai arti watak,tabiat. Secara istilah akhlak menurut Ibnu Maskawi adalah sesuatu keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.

A. Akhlak terhadap orang tua
Orang tua adalah penyebab perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya., plus berbagi rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.
Dengan demikian, menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk allah mempunyai peranan yang sangat besar, tentunya siapa tahu pula bagaimana harus berbuat baik kepada orang yang semestinya diperlakukan dengan baik., bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang\orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.



1. Kewajiban Kepada Ibu
Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disanping dusaha ibu. Kalau mulai menganduna sampai masa muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada tugas ayah. Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang tua.

2. Berbuat Baik Kepada Ibu dan Ayah, Walaupun Keduanya lalim
Seorang anak menusut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, allah tidak meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya.
Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan aniaya kepada ananya. Kalaulah itu terjadi penaniayaan kepada orang tua kepada anaknya adalah disebakan perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan aniayanya orang tua kepada anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marh kepada anaknya dan berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, allah pun tidak meridhai si anak tersebut lantaran orang tua.

3. Berkata Halus Dan Mulia Kepada Ibu Dan Ayah
Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si anakpun akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah ditiru adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut ajaran islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata mulia.

4. Berbuat Baik Kepada Ibu Dan Ayah Yang Sudah Meninggal Dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran islam sebagaimana yang disiarkan oleh rasulullah dari Abu usaid yang artinya:
:”kami pernah berada pada suatu majelis bersama nabi, seorang bertanya kepada rasulullah: wahai rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku. “rasulullah bersabda: ”ya, ada empat hal :mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua.

Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau itu sudah tiada yaitu:
• Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada allah dari segala dosa orang tua kita.
• Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua tersebut.
• Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah mempunyai teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam bermasyarakat. Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di atas, kita harus memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
• Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua. Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka hal itu termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal dunia.
Tetapi bagaimana jikalau kita ingin berbuat baik kepada ibu dan ayah serta patuh terhadapnya, terkadang perintah yang di berikannya tidak sesuai dengan ketentuan islam.

Adapun cara menghadapi perintah kedua orang tua yang bertentanga dengan ajaran islam:
• Jika suatu saat kamu disuruh berbohong oleh ibu atau ayah, sebaiknya katakan kepada keduanya bahwasanya allah melihat kita.
• Jangan sekali-kali membantah perintah orang tua dengan nada kesal dan ngotot, sebab tidak akan mambuahkan hasil. Akan tetapi hadapi dengan tenang dan penuh keyakinan dan percaya diri.
• Ayah dan ibu itu manusia biasa yang tak luput dari kesalaha dan kekurangan. Jangan posisikan kedua orang tua seperti nabi yang tak pernah berbuat salah. Maafkan mereka, bila kita anggap cara dan perintah orang tua bertentangan dari hati nurani atau nilai-nilai yang kamu yakini kebenarannya.
Akhlak Anak Terhadap Orang Tua menurut Syekh Nawawi Al-Bantani

Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu-bapak. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji, cara berbakti dan sopan santun kepada orang tua ialah melaksanakan segala perintahnya dengan melakukan hal-hal sebagaimana Syeikh Nawawi sebutkan dalam kitab Maroqil ‘Ubudiyah bahwa akhlak anak terhadap orang tua adalah sebagai berikut:
Mematuhi perintahnya selama perintah itu bukan dalam mendurhakai Allah. Tidak berjalan didepan keduanya, tetapi disamping atau dibelakangnya. Jika ia berjalan didepannya karena sesuatu hal, maka tidaklah mengapa ketika itu. Menjawab panggilan mereka dengan jawaban yang lunak.
Berusahalah keras untuk mencari keridhaan kedua orang tua dengan perkataan dan perbuatan.
Bersikaplah rendah hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua seperti melayani mereka, menyuapi makan dengannya bila keduanya tidak mampu dan mengutamakan keduanya diatas diri dan anak-anaknya. Janganlah bermuka cemberut kepada keduanya. Janganlah bepergian, kecuali dengan izin keduanya .
Selain dalam kitab Marokil ‘Ubudiyah Syeikh Nawawi juga menerangkan dalam kitab Tafsir al-Munir mengenai akhlak anak terhadap orang tua yang terdapat dalam surat al-isro’, ayat 23-25 bahwasannya Allah menegaskan agar kita sebagai manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya saja. Karena manusia diciptakan Allah sebagai hamba sehingga diperintahkan Allah untuk selalu beribadah kepadanya dimanapun dan kapanpun berada.
http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1973696-akhlak-anak-terhadap-orang-tua/

B. Akhlak murid terhadap guru
Guru merupakan orang yang bejasa terhadap sang murid.dengan kata lain guru merupakan orang yang mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada murid diluar bimbingan orang tua dirumah,sehingga akhlakul karima terhadap guru perlu di rerapkan sebagaimana akhlak kita terhadap orang tua.
Adapun kode etik terhadap guru meliputi :
Ibn jama’ah menyusun kode etik yaitu:
• Murid harus mengikuti guru yang dikenal baik akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun dan penyayang. Ia tidak mengikuti guru yang tinggi ilmunya tetapi tidak saleh, tidak waras, atau tercela akhlaknya.
• Murid harus mengikuti dan mematuhi guru. Menurut ibn jama’ah rasa hina dan kecil di depan guru merupakan pangkal keberhasilan dan kemuliaan. Ia memberikan umpama lain, yaitu penuntut ilmu ibarat orang lari dari kebodohan seperti lari dari singa ganas. Ia percaya kepada orang penunjuk jalan lari.
• Murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya. Orang yang berhasil hingga menjadi ilmuwan besar, sama sekali tidak boleh berhenti menghormati guru.
• Murid harus mengingat hak guru atas dirinya sepanjang hayat dan setelah wafa. Ia menghormati sepanjang hidup guru, meski wafat. Murid tetap mengamalkan dan mengembangkan ajaran guru.
• Murid bersikap sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak buruk guru. Hendaknya berusaha untuk memaafkan perlakuan kasar, turut memohon ampun dan bertaubat untuk guru.
• Murid harus menunjukkan rasa berterima kasih terhadap ajaran guru. Melalui itulah ia mengetahui apa yang harus dilakukan dan dihindari. Ia memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Meskipun guru menyampaikan informasi yang sudah di ketahui murid, ia harus menunjukan rasa ingin tahu tinggi terhadap informasi.
• Murid tidak mendatangi guru tanpa izin lebih dahulu, baik guru sedang sendiri maupun bersama orang lain. Jika telah meminta izin dan tidak memperoleh. Ia tidak boleh mengulangi minta izin. Jika ragu apakah guru mendengar suaranya, ia bisa mengulanginya paling banyak tiga kali.
• Harus duduk sopan didepan guru. Missalnya, duduk bersila dengan tawadu’, tenang, diam, posisi duduk sedapat mungkin berhadapan dengan guru, atentif terhadap perkataan guru sehingga tidak membuat guru mengulangi perkataan. Tidak di benarkan berpaling atau menoleh tanpa keperluan jelas, terutama saat guru berbicara kepadanya.
• Bekomunikasi dengan guru secara santun dan lemah- lembut. Ketika guru keliru baik khilaf atau karena tidak tahu, sementara murid mengetahui, ia harus menjaga perasaan agar tidak terlihat perubahan wajahnya. Hendaknya menunggu sampai guru menyadari kekeliruan. Bila setelah menunggu tidak ada indikasi guru menyadari kekeliruan, murid mengingatkan secara halus.
• Jika guru mengungkapkan satu soal, atau kisah atau sepenggal sair yang sudah dihafal murid, ia harus tetap mendengarkan dengan antusias, seolah-olah belum pernah mendengar.
• Murid tidak boleh menjawab pertanyaan guru meskipun mengetahui, kecuali guru memberi isyaratia memberi jawaban.
• Murid harus mengamalkan tayamun (mengutamakan yang kanan). Ketika memberi sesuatu kepada guru. Harus menjaga sikap wajar, tidak terlalu dekat hingga jaraknya terkesan mengganggu guru. Tidak pula terlalu jauh hingga harus merentangkan tangan secara berlebihan yang mengesankan kurang serius
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/04/akhlak-anak-terhadap-orang-tua-dan.html

Kajian Akhlak "Adab Terhadap Orang Tua"
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ ) أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ

Artinya : Dari Abdullah Ibnu Amar al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua." Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.

Dari hadits diatas, ada beberapa faedah (manfaat) yang dapat kita ambil, diantaranya :
1. Allah memiliki sifat Ridlo.

Kita wajib meyakini bahwa Allah Subhanuhu wa Ta’ala memiliki sifat Ridlo, yang sifat ini berbeda dengan sifat Ridlo yang dimiliki oleh manusia .
2. Menunjukan betapa besar hak kedua orang tua atas anaknya.
Dalam hal ini Allah Subhanuhu wa Ta’ala mensejajarkan hak-Nya dengan hak dari kedua orang tua. Sebagaimana penjelasan didalam surat Al Luqman ayat ke 14 :
“… bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Dan hanya kepada Aku tempat kembalimu…”
Dan juga di dalam sural Al Asraa ayat yang ke 20 :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak…”

3. Wajibnya seorang anak untuk membuat ridlo kedua orang tuanya dan haramnya membuat murka kedua orang tua.

Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Celaka, celaka dan celakalah, orang yang masih menjumpai kedua orang tuanya ketika keduanya sudah tua, ataupun salah satu dari kedua orang tuanya, tetapi tidak dapat memasukkan dirinya ke dalam syurga”

Di dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, dari Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu beliau berkata, saya bertanya kepada Rasullullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Amalan apa yang paling dicintai oleh Allah Subhanuhu wa Ta’ala? Maka Beliau menjawab sholat tepat pada waktunya, kemudian saya bertanya lagi, kemudian apa ya Rosululloh? Beliau menjawab lagi, berbakti kepada kedua orang tua, kemudian apa lagi ya Rosulullah? Maka Beliau menjawab lagi, berjihad dijalan Alloh.

Kemudian di dalam hadits yang lain, yang juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dari Abu Barkah, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Tidakkah aku ingin kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar, yaitu perbuatan menyekutukan Allah Subhanuhu wa Ta’ala (syirik) dan menyakiti kedua orang tua”
4. Taat kepada orang tua hanya sebatas dalam hal yang baik.

Hal ini dikarenakan tidak ada ketaatan didalam kemaksiatan. Artinya seorang anak tidak boleh mentaati kedua orang tuanya sehingga meninggalkan perkara-perkara yang sifatnya kewjiban kepada Allah atau untuk bermaksiat kepada Allah Subhanuhu wa Ta’ala. Tetaapi hal ini tidak menjadi alasan untuk tidak berbuat baik kepada orang tua.


Sebagaiman firman Allah dalam surat luqman ayat yang ke 15, yang artinya:
“kalau kedua orang tuamu memaksa untuk menyekutukan Aku, dimana engkau tidak memiliki ilmu tentangnya, janganlah engkau taat kepadanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”

Dan sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang pernah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sampaikan :“Tidak ada ketaatan kepada makhluk didalam maksiat kepada Allah Subhanuhu wa Ta’ala”

Kemudian di dalam perkara-perkara yang sifatnya mubah, Syehul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala, Beliau menyebutkan:
Seandainya di dalam perkara mubah itu dia tidak taat kepada kedua orang tuanya sehingga membuat kedua orang tuanya tersebut terkena mudharat(berakibat buruk) maka, saat itu dia wajib taat kepada kedua orang tuanya tersebut, dan kemidian seandainya kedua orang tuanya tidak mendapat mudharat karena ketidak taatanya kepada kedua orang tuanya tersebut, maka dalam hal ini pun tetap seseorang tersebut, wajib untuk taat kepada kedua orang tuanya. Wallahu Ta’ala a’lam [ ]

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My link

Thanks